Dear You,
Terima kasih untuk hari ini. Aku tak tahu apa yang kamu rasakan dan yang kamu fikirkan, aku cuma melihat kamu dengan sejuta rasa senang. Melihat wajahmu kembali, aku merasa nyaman. Ada satu hal yang membuatku merasa betah. Entah itu fisikmu, ataupun sikapmu. Menghabiskan waktu dengan berjumpa denganmu terus menerus, itu sangat menyenangkan. Melewati momen langkah yang mungkin hanya terjadi sekali setahun.
Dear You,
Terima kasih untuk waktumu hari ini. Entah kau sadar atau tidak bahwa aku sedang memperhatikanmu. Memperhatikanmu lebih dalam dan dalam di setiap menitnya. Aktivitas ini menghiburku, mengobati 'Rasa' yang aku simpan kurang lebih setengan tahun karena tuntutan edukasi yang memaksaku masuk lebih siang dari kamu, dan hal ini membuatku jarang melihatmu.
Dear You,
Akhir-akhir ini, aku melihat kamu tertangkap sedang menatapku. Entah apa maksud dari tatapan itu. Tapi aku tak mau terlalu berharap. Matamu selalu melihatku dimanapun aku berposisi. Tapi kamu memalingkannya saat aku balas menatapmu. Tanpa ada senyuman, kedipan, bahkan sapaan. Tahukah kamu, sebenarnya saat itu, saat kamu menatapku, aku sedang menyembunyikan degupan jantungku yang semakin lama semakin cepat.
Dear You,
Tak terasa waktu memertemukan kita lagi. Walaupun tak ada satu katapun yang akan kita bicarakan. Hanya komunikasi tatapan mata. Aku membatin, kapankah ini akan berakhir? Kapankah kita akan berbicara layaknya dua anak manusia yang saling mengenal akrab? Kapankah kita berhenti saling berkomunikasi hanya melalui tatapan mata? Dan aku tak pernah menemukan jawabnya.
Dear You,
Can we talk? Aku ingin bicara sama kamu. Walaupun isinya hanya celotehan tak beralasanku. Entah itu secara lisan ataupun tertulis. Aku ingin meluapkan kekesalanku padamu. Aku ingin mengatakan tentang 'Rasa' yang ku punya untuk kamu. Aku ingin bicara sama kamu, dengan menatap dua matamu yang selalu membuatku meleleh setiap aku memperhatikannya. Aku ingin melihat senyummu yang selalu membuat aku tenang setiap aku menyaksikannya.
Dear You,
Aku harap, ini bukan tulisan terakhirku. Satu-satunya jalan untuk mengutarakan isi perasaanku. Masa bodoh kau mengetahuinya ataupun tidak. Sebenarnya, aku ingin menggandeng tanganmu. Tapi kamu tahu, setiap hari aku mencoba menahan sesuatu yang hendak meledak di hatiku. Aku terlalu gugup untuk itu. Aku. Terlalu. Gugup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar